Kamis, 17 September 2015

Bagaimana Mendengarkan Cerita serta Indentifikasi terhadap unsur intrinsik dan ekstrinsik?

Unsur intrinsik dan ekstrinsik akan selalu ada dalam setiap cerita, baik yang dituturkan maupun yang disampaikan secara tertulis. Umumnya, unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik dikaitkan dengan karya sastra yang berbentuk prosa. Dalam perspektif karya sastra, unsur intrinsik diartikan sebagai rangkaian unsur yang ada di dalam karya sastra itu sendiri, yang meliputi tokoh dan penokohan, alur (jalan) cerita, setting (latar) cerita, point of view (sudut pandang penceritaan), teknik penceritaan, dan tema yang digunakan dalam cerita. Sedangkan unsur ekstrinsik merupakan rangkaian unsur yang ada di luar karya sastra, yang meliputi, nilai sosial dan budaya yang dimunculkan dalam cerita, status sosial tokohnya yang dimunculkan, aspek moralitas dan religius yang digunakan dan banyak lagi unsurunsur lain (Sudjiman, 1988). Perhatikan penggalan cerita pendek yang dikutip dari Media Indonesia, 17 April 2005.

“Warga dengan sukacita ramai-ramai menjual tanah miliknya. Dan dalam waktu yang tidak begitu lama, hampir separuh tanah desa telah jatuh ke tangan investor. Orang-orang kaya baru bermunculan di desa yang sebelumnya dikenal terbelakang itu. Beberapa warga menggunakan uang hasil penjualan tanah untuk membiayai upacara ngaben yang tertunda, merenovasi rumah menjadi lebih modern.
...
Bukan cuma tanah adat milik warga yang diincar investor, tetapi juga tanah milik adat dan pelaba pura yang berlokasi di pinggiran pantai berpasir putih. Tanah pelaba pura seluas satu hektar itu sangat menggiurkan investor karena cocok dipakai untuk kawasan hotel. Tetapi, rencana investor terganjal oleh ketidaksediaan Mangku Teguh menandatangani surat pembebasan tanah itu. Padahal, satu minggu lalu dalam sebuah paruman desa tokoh-tokoh adat dan warga telah bersedia dan setuju menjual tanah adat dan pelaba pura yang ditaksir investor.


Keputusan paruman itu juga yang membuat Mangku Teguh murung. Ia kecewa dengan tindakan tetua adat. Ia merasa dilangkahi dan disepelekan, merasa nasihatnya tidak didengar. Namun sebelum paruman tetua adat pun telah melakukan pendekatan pada Mangku Teguh agar bersedia menandantangani surat pembebasan tanah pelaba pura. Karena ia tetap kukuh pada pendiriannya bahwa tanah pelaba pura tidak bisa dijual, para tetua adat kecewa tidak melibatkannya dalam paruman.”

Indentifikasi terhadap unsur intrinsik dan ekstrinsik bisa dilakukan dalam penggalan cerita pendek di atas. Dalam unsur intrinsik, tokoh Mangku Teguh dimunculkan dalam kondisi yang sudah berumur. Hal ini dijelaskan pada seringnya kambuh penyakit rematiknya, juga saat Mangku Teguh merasa tidak didengarkan pendapatnya karena ketidakhadirannya dalam paruman (rapat adat). Latar tempat yang digunakan pengarang adalah salah satu pesisir pantai di Pulau Bali.

Hal ini bisa diamati dari penggambaran penulis tentang tanah milik adat dan pelaba pura yang berada di pesisir pantai, pelaba pura merupakan salah satu tempat persembahyangan masyarakat Hindu terhadap Sang Hyang Widhi Wase. Dalam unsur ekstrinsik, nilai sosial dan budaya masyarakat Bali diangkat dalam latar budaya cerita di atas. Hal ini bisa diamati dari kegiatan adat yang dimunculkan dalam cerita, misalnya ngaben, paruman (rapat adat para tetua adat di Bali), dan banyak lagi unsur-unsur lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog

Iklan 300x250

Recent post

Popular Posts